BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar
belakang
Dewasa
ini banyak dijumpai penyakit yang mengancam kesehatan manusia. Keadaan tersebut
dikarenakan pola hidup yang tidak sehat, yaitu kurangnya berolahraga, kurangnya
istrahat, dan pola makan tidak dijaga atau kurangnya mengkonsumsi
sayur-sayuran. Sehingga sistem kekebalan tubuh berkurang dan berdampak buruk
bagi kesehatan akibatnya penyakit mudah menyerang tubuh.
Penyakit
yang dapat menyerang manusia adalah Anemia. Anemia adalah penyakit yang
disebabkan jumlah sel darah merah sedikit atau sel darah merah tidak cukup
nmengandung Hb (Hemoglobin) (Arif
Priadi, 2009). Akibatnya seseorang yang mengidap anemia akan mengalami lemas, letih, lesu, dan
loyo.
Namun,
tidak banyak orang yang mengetahui gejala penyakit anemia. Dalam makalah ini
akan dibahas mengenai gejala, penyebab, dan penelitian kekurangan sel darah
merah (anemia) menggunakan radioisotop. Sehingga pembaca dapat menetahui cara
kerja radioisotop dalam mendektesi penyakit anemia.
1.2. Rumusan masalah
1. Apa
saja penyebab penyakit anemia?
2. Bagaimanakah
gejala penyakit anemia?
3. Bagaimana
pengaruh radioisotop dalam penyembuhann penyakit anemia dalam ilmu Fisika
Terapan?
1.2.
Tujuan
1. Mengetahui
yang dimaksud radioisotop dan anemia.
2. Mengetahui
manfaat radioisotop.
.
BAB II ISI
1.1
Kajian
Pustaka
2.1.1.
Radioisotop
Radioisotop ialah isotop suatu
unsur radioaktif yaitu yang memancarkan radiasi. Jenis serta energi radiasi
yang dipancarkan umumnya merupakan sifat khas isotop pemancar. Setiap zat
radioaktif meluruh dengan umur paroh tertentu yang juga khas untuk isotop
radioaktif. Jadi pengukuran umur paro serta energi radiasi yang dipancarkan
dapat digunakan sebagai alat pengenal suatu radioisotop. Selain itu radioisotop
suatu unsur dapat di anggap mempunyai sifat kimia yang sama dengan isotop yang
tidak aktif. Sifat ini beserta kepekaan inti radioaktif terhadap deteksi
merupakan faktor yang menyebabkan radioisotop banyak digunakan sebagai perunut,
baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Radioisotop digunakan untuk
mengikuti dan meneliti sifat suatu unsur, senyawa atau kelompok senyawa dalam
suatu proses. Sedang sebagai sumber radiasi yang dipentingkan ialah jenis
radiasi dan energi yang dipancarkan karena radiasi tersebut dapat digunakan
sebagai pengganti radiasi megion yang berasal dari sumber konvensional, seperti
sinar X.
Penemuan
sinar X oleh Rontgen pada tahun 1895 merangsang Henri Becquerel untuk menyelidiki asal usul sinar-X. Dalam percobaan
yang dilakukan sebenarnya Becquerel sedang mempelajari gejala fluoresens dan
fosforesens yang disebabkan oleh sinar X. Gejala Fluoresens adalah gejala dimana suatu benda dapat memancarkan
cahaya yang berbeda ketika menerima cahaya dari luar atau menerima tembakan
dari aliran partikel. Misalnya, dinding kaca dalam sinar katoda yang
memancarkan cahaya hijau ketika dinding kaca itu menerima sinar katoda. Gejala fosforenses adalah gejala dimana suatu
benda dapat memancarkan cahaya beberapa selang waktu kemudian setelah benda itu
menerima cahaya dari luar, misalnya pada jarum penunjuk alroji yang bersinar
pada malam hari setelah menerima cahaya dari matahari pada siang hari.
Dalam
penelitian itu Becquerel menemukan bahwa senyawa uranium menunjukkan keaktifan
radiasi tertentu dengan daya tembus yang sangat kuat seperti sinar-X, meskipun
senyawa uranium itu tidak disinari terlebih dahulu. Mula-mula Becquerel menduga
bahan ini menyimpan energi dari matahari yang diperoleh sebelumnya. Kemudia
Becquerel menguji dugaannya dengan menempatkan bijih uranium dalam kotak timah
yang tertutup rapat dan menyimpannya beberapa bulan. Ternyata dalam percobaanya
tersebut uranium tetap memancarkan sinar walaupun tidak mendapat tenaga dari
sinar matahari seperti halnya sinar-X. Pemancaran
sinar tembus ( sinar radioaktif ) secara spontan oleh inti-inti tidak stabil (
misalnya inti uranium ) dinamakan radioaktivitas.
Jadi radioaktifitas ditemukan oleh Henri
Becquerel.
2.1.2.
Darah
Darah
adalah cairan jaringan yang dialirkan melalui pembuluh. Jika kadar oksigen
dalam darah tinggi, maka warnanya akan menjadi merah muda. Sebaliknya, jika
oksigen rendah dalam darah, maka darah berwarna merah tua.
Darah
terdiri atas sel-sel darah (sel darah putih dan sel darah merah), trombosit
(keping darah), dan plasma darah. Lebih kurang 55% dari seluruh volume darah
terdiri atas plasma darah. Sisanya, yaitu 45% terdiri atas sel-sel dan keping
darah.
2.1.3.
Sel Darah Merah
Sel
darah merah atau eritrosit adalah
bagian utama dari sel-sel darah. Ciri-ciri sel darah merah antara lain
bentuknya melingkar, pipih, dan cakram bikonkaf; sel yang telah matang tidak
mempunyai nukleus; berdiameter kurang dari 0,01 mm; dan elastisitas.
Setiap
mm3 darah manusdia mengandung kira-kira 4-6 juta sel darah merah.
Masing-masing sel darah merah mengandung 200 juta molekul hemoglobin. Dengan
adanya Hb, sel darah merah dapat berfungsi untuk mengangkut O2 dan
berwarna merah.
Hemoglobin
adalah suatu protein yang mengandung senyawa besi hemin. Hemoglobin mempunyai
daya ikat terhadap O2 dan CO2.
Sel-sel
darah merah berasal dari sel induk (stem cell) dan diproduksi dalam sumsum
tulang merah. Sel darah merah yang telah matang akan kehilangan nukleus dan
memperoleh Hb. Umur sel darah merah kurang lebih 120 hari. Setelah sel-sel
tersebut mati, kemudian dihancurkan di dalam organ hati dan ditelan oleh
makrofag. Padasaat dihancurkan sel darah merah membebaskan Hb.
2.1.4.
Pengertian Anemia
Anemia (dalam
bahasa Yunani:
Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen)
dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah mengandung
hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru,
dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.
2.2. Pembahasan
2.2.1. Penyebab penyakit anemia
Disemua negara baik negara maju maupun
berkembang penyakit anemia dapat menyerang siapa saja baik usia dewasa maupun usia anak-anak. Orang awam
lebih mengenal bahwa anemia adalah penyakit kekurangan darah. Sebenarnya,
animea bukanlah penyakit kekurangan darah, lebih tepatnya anemia adalah
penyakit yang diakibatkan oleh jumlah
sel darah merah dalam darah tidak normal atau rendah. Sel darah merah
mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari
paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan
berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah
merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang
diperlukan tubuh.
Penyebab umum dari anemia disebabkan oleh
perdarahan hebat antara lain sebagai berikut. Kecelakaan, pembedahan,
persalinan, pecah pembuluh darah, perdarahan hidung (mimisan), dan pendarahan.
Berkurangnya pembentukan sel darah merah bisa juga disebabkan karena kekurangan
zat besi. Bila zat besi dalam tubuh tidak sesuai
kebutuhan, maka akan terjadi anemia. Kurangnya zat besi dalam tubuh bisa
terjadi karena berbagai sebab. Pada bayi, kemungkinan disebabkan oleh
prematuritas, atau bayi yang terlahir dari seorang ibu yang menderita
kekurangan zat besi. Pada anak-anak, bisa disebabkan oleh asupan makanan yang
kurang mengandung zat besi. Sedangakan pada orang dewasa kekurangan zat besi
disebabkan oleh perdarahan menahun atau berulang-ulang, yang berasal dari semua
bagian tubuh. Sering lupa makan, kurang tidur, dan terlalu capek, juga
merupakan sebagai penyebab anemia. Kondisi ini bisa bertambah parah bila asupan
makanan tidak memenuhi gizi yang cukup.
2.2.2.
Gejala Penyakit Anemia
Setiap penyakit mempunyai masing-masing
gejala, begitupun penyakit anemia. Gejala penyakit anemia diantaranya Sering
mengalami pusing-pusing dan mata sering berkunang-kunang, hal ini menjadi gejala anemia yang sangat membuat
lelah. Selain itu penderita mengalami lesu dan tidak bertenaga. Dalam gejala
penyakit anemia bagian kelopak mata yang berwarna pucat, bibir yang pucat,
lidah, kulit serta tangan yang pucat.
2.2.3.
Radioisotop dalam Mendeteksi
Anemia
Radioisotop masih erat hubungannya dengan
ilmu fisika. Sebenarnya manusia banyak memanfaatkan energi dari proses
radioisotop dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu penerapannya radioisotop
digunakan dalam berbagai bidang termasuk bidang kesehatan.
Penyakit anemia diantaranya disebabkan
oleh kurangnya zat besi dalam tubuh sehingga mengakibatkan kelemahan. Tetapi,
mungkin juga diakibatkan kegagalan penggunaan zat besi yang ada oleh tubuh.
Berdasarkan akibat tersebut maka sangat
penting untuk mengetahui cara tumbuh meresap, menyimpan, dan menggunakan
persediaan zat besi yang tersimpan. Dari sumber yang penulis baca dengan
menggunakan Fe-59 yang radioaktif,
ditemukan bahwa penggunaan zat besi dalam tubuh digunakan seperlunya saja dan
bukannya meresap menurut kesanggupannya, dan mengluarkan yang tidak digunakan.
Whipple dalam tahun 1939 menemukan bahwa
binatang penderita anemia menahan kurang lebih 12% zat besi yang diberikan
melalui diet, sedangkan binatang normal hanya menahan kurang lebih 0,08 sampai
0,24%. Pada hewan penderita anemia hampir seluruh besi yang diserap diubah
menjadi sel darah merah, sedang pada hewan normal yang digunakan hanya sedikit
besi yang diresap. Peneluaran besi pada hewan tersebut sama saja dan ditak ada
perbedaan.
Pada tahun 1942 Cruz, Hahn dan Bale
melakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh zat lain yang dapat menimbulkan
kerusakan pada sel darah. Anjing yang digunakan sebagai hewan percobaan dilukai
berkali-kali sampai terjadi anemia. Hewan tersebut lalu diberikan diet besi
Fe-59 dalam dosis sekitar 30 mg tiap hari selama 20 hari. Dan selanjutnya diambil sampel darah untuk
mencacah jumlah hemoglobin dan mengukur aktifitasnya. Penambahan besi yang
dilakukan ternyata menyembuhkan penyakit anemia.
Setelah kurang dari 50 hari penambahan
besi dihentikan. Untuk 5 sampai 10 hari aktifitas dan cacahan hemoglobin terus
bertambah, yang menunjukkan bahwa mekanisme pembentukan darah tidak berlansung serentak
dengan penambahan besi. Setelah jumlah besi dalam kadar maksimum maka
ditambahkan pirodin, semacam zat yang dapat menimbulkan anemia, secara suntikan
selama 4 hari. Akibatnya terjadi penuruna jumlah hemoglobin dan jugta aktivitas
secara mendadak. Pengurangan aktivitas ini menunjukkan bahwa hasil perusakan
darah tidak tinggal tetap dalam peredaran.
Setelah penambahan pirodin dihentikan maka
darah mulai sembuh dan jumlah hemoglobin mulai bertambah kembali. Hal ini
menunjukkan bahwa besi yang tadinya keluar dari peredaran, tidak hilang sama
sekali, tetapi aktivitas darah mulai bertambah kembali. Hal ini menunjukkan
bahwa besi yang sama digunakan kembali dalam pembentukan hemoglobin. Besi yang
berasal dari sel yang telah lapuk ternyata masih dapat digunakan kembali untuk
pembentukan hemoglobin.
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Radioisotop adalah ialah isotop
suatu unsur radioaktif yaitu yang memancarkan radiasi. Jenis serta energi
radiasi yang dipancarkan umumnya merupakan sifat khas isotop pemancar.
Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen)
dalam sel darah merah berada di bawah normal.
Dalam
kesehatan radioisotop digunakan untuk mendeteksi penyakit yang ada dalam organ
tubuh. Selain itu radiasi dari radio isotop tertentu digunakan untuh membunuh
sel-sel penyakit yang ada dalam tubuh manusia.
3.2.
Saran
1.
DAFTAR
PUSTAKA
Kanginan,
Marthen. 2006. Fisika 3 untuk SMA Kelas XII.
Jakarta : Penerbit Erlangga
Priadi, Arif.
2009. Biology Senior High School Year XI.
Bogor : Penerbit Yudhistira.
Amirudin,
Achmad.2008. Kimia Inti, Radiokimia dan
penggunaan Radioisotop. Tanggerang : Pusat Pengembangan Informatika Nuklir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar